STIGMA YANG SALAH DI TENGAH CORONA



sumber : pixabay

Beberapa hari yang lalu seorang pengurus RT datang ke rumah saya. Bicara dengan ibu saya, pengurus RT ini membuka pembicaraan dengan berkali-kali minta maaf, "punten", dan kata lain dari maksud minta maaf ke ibu saya. Aneh.. tentu saja, pagi-pagi ada yang datang sambil minta maaf. Ibu saya tidak merasa melakukan kesalahan atau ada yang melakukan kesalahan sampai-sampai harus datang pagi hari sambil minta maaf.


Toh tetap disambut baik oleh ibu saya sambil dipersilahkan duduk di teras untuk dicari tau apa maksudnya. Tidak disangka pengurus RT ini malah bertanya tentang masalah kesehatan ibu saya.Oalah.. itu yang terjadi. Berusia di atas 50 tahun, ibu saya memang menjadi sasaran empuk di saat ini. Tentu saja setelah diketahui maksudnya datang pagi hari meminta maaf, ibu saya malah menyambut dengan lega dan beberapa candaan.


Ternyata maksud datang pagi hari dibuka dengan minta maaf karena berusaha untuk tidak menyinggung ibu saya. Menanyakan perihal apakah ada keluhan kesehatan yang dialami ibu saya merupakan salah satu upaya dari pencegahan virus corona ternyata. Walaupun meski berusia di atas 50 tahun, ibu saya sepertinya belum masuk dalam kategori lansia.

Hal ini juga mengingatkan saya akan kejadian yang terjadi belakangan ini. Ada kisah seorang perawat di sebuah rumah sakit terpakasa harus keluar dari tempat kostnya karena lingkunganya khawatir akan dampak virus corona yang bisa dibawanya. Dan beberapa cerita lain tentang tenaga kesehatan yang terpaksa harus mendapat stigma yang salah karena pekerjaan mereka.

Atau cerita lain tentang beberapa daerah yang warganya menolak untuk adanya aktivitas yang berkaitan dengan penanggulangan virus corona ini. Sebut saja Kabupaten Natuna, yang beberapa saat lalu sempat dijadikan tempat isolasi mahasiswa yang dijemput pemerintah dari Wuhan. Bukan hanya warganya yang berdemo menolak, bahkan pejabat setempat. Alasanya, takut warganya akan terkontaminasi.

Atau yang sedang terjadi belakangan ini, beberapa daerah warganya menolak adanya pemakaman dari korban virus corona. Miris bukan sampai hal ini terjadi. Dari berbagai kejadian yang terjadi di atas kita bisa melihat nyatanya ada stigma yang salah yang terjadi di masyarakat akibat virus corona ini.

Bukannya memperkaya diri dengan segudang literasi yang bermanfaat, malah kini virus corona dianggap bagai pembawa aib. Tenaga medis yang menjadi garda terdepan memberantas virus corona ini menjadi sasaran stigma yang salah di masyarakat. Yang seharunya malah kita berikan apresiasi tertinggi di suasana seperti ini.

Korban yang mengidap atau yang dicurigai mengidap virus corona diperlakukan tidak beda dengan tenaga medis. Bukan karena keharusan mereka untuk melakukan isolasi diri tapi adanya kesenjangan interaksi sosial (makanya saya lebih setuju dengan penggunaan istilah physical distancing dari pada social distancing). Dan adanya stigma buruk bagi mereka yang mengidapnya.


Yang lebih sedih lagi memang penolakan dari korban yang sudah meninggal. Bayangkan saja, sudah harus menderita karena penyakitnya, masih juga dipersulit kepergianya pada sang penciptanya. Stigma yang salah saja sudah cukup menyakitkan apalagi dalam kondisi seperti ini.

Cerita-cerita di atas sedikit banyak menunjukan pada kita bahwa stigma yang salah mudah hadir di masyarakat kita. Keengganan untuk memperkuat literasi dan melakukan konfirmasi pribadi atas informasi yang kita terima membuat stigma yang salah mudah muncul. Apalagi dengan kemudahan informasi yang berdatangan di masa ini.

Hemat saya bukan seberapa banyak informasi yang kita dapat tentang virus corona ini. Namun keinginan untuk kembali bertanya dan mencari tau tentang informasi yang datang. Sedikit banyak fenomena stigma yang salah dalam pandemi virus corona ini juga menunjukkan kurangnya asupan literasi pada masyarakat.



"Keengganan untuk
 memperkuat literasi dan melakukan konfirmasi pribadi 
atas informasi yang kita terima 
membuat stigma yang salah mudah muncul"




Baca tulisan lain di Dari Catatan

Comments

  1. Sedih emang, mereka yang garda terdepan dalam menghadapi corona malah dibully dan ditakuti oleh orang-orang. Miris banget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena salah paham penyakit ini semua yang berkaitan jadi merasa pantas di asingkan. Sedih memang..

      Delete
  2. bener banget mbak, orang sekarang parno berlebihan banget sampai nolak mayat, tanpa berpikir kalau dia bisa jadi berada diposisi tertolak jg. tapi kabarnya dalang utama dalam provokator tersebut sudah ditangkap

    ReplyDelete
    Replies
    1. tapi masih banyak juga ya mba korban tentang stigma ini. sedih bahkan yang sudah meninggal pun masih harus menderita

      Delete
  3. Sedih memang pasien yang terinfeksi dianggap aib. Bahkan, ketika meninggal pun masih ditolak oleh warga setempat karena ketularan. Memang salah di kita tidak ada edukasi seputar penularan virus korona. Justru ketika jenazah pasien korona ditolak di sana sini, tidak segera dikuburkan, keburu membengkak dan mengeluarkan cairan. Nah, cairan itulah yang berpotensi. Sedih liat RT malah jadi provokator menghasut warga

    ReplyDelete
    Replies
    1. itu dia, sekarang menderita penyakit dianggap bagai berbuat dosa yang menciptakan aib. padahal yang namanya penyakit siapa yang mau mengidap.

      Delete
  4. perlu mengedukasi masyarakat atas fakta sebenarnya…...
    Mantap tulisannya, mengangkat fenomena (problema) di tengah masyarakat

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

CARA ORANG GILA MENGGUNAKAN KEMAJUAN DUNIA DIGITAL EKONOMI

VIRUS CORONA, KETAKUTAN DAN STATUS SOSIAL

HARGA SEBUAH MAAF