NASIONALISME BAGAI CANDU

sumber: pixabay


"Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara"*

Agnes Monica dihujat dari potongan video yang mengaku tidak punya darah Indonesia. Anggun C Sasmi dicibir karena menghilangkan kewarganegaraan Indonesia dalam paspornya. Mereka lahir dan di besarkan di Indonesia, setidaknya sampai dengan patokan umur kedewasaan di Indonesia. Namun apakah nasionalisme hanya sebatas itu?.

Nasionalisme itu bagai candu. Candu yang menggerogoti seluk beluk kehidupan manusia yang berakar. Atau paling tidak, nasionalisme itu sebuah ruang yang bisa dianggap abu-abu karena tak berbatas pasti akan sesuatu.

Apa yang menjadikan kita punya jiwa nasionalisme di negara ini?. Memegang kewarganegaraan Indonesia asli semenjak lahir hingga meninggal?. Selalu menggunakan produk asli Indonesia?. Berbahasa Indonesia yang baku di kehidupan sehari-hari?. Menghapal dengan detail Pancasila dan Undang-Undang 1945?.


Setidaknya pasca kemerdekaan, nasionalisme itu terasa hanya bagai candu bagi manusia di negara ini. Bila sebelum kemerdekaan nasionalisme lahir dari kolonialisme yang berusia ratusan tahun yang tumbuh. Nasionalisme pasca kemerdekaan lebih terasa sesuatu yang harus dikonsumsi berlebihan untuk jadi candu. 

Terasa lebih merupakan sebuah kewajiban yang formatif untuk menyebut diri sendiri sebagai nasionalis di negeri ini. Ramai di sosial media tentang jiwa nasionaslime dan patriotisme paling-paling mendekati perayaan 17 Agustus. Gambar-gambar Soekarno dan pahlawan bangsa lain mondar mandir di sertai tulisan yang bisa menggugah hati di sosial media. Salah?. Tidak sepenuhnya memang. Namun apakah hanya sampai di sana saja bentuk nasionalisme?.

Ada batas yang sama sekali tidak terlihat dalam nasionalisme. Ujung jurang saja masih bisa terlihat batasnya. Masih ada pengingat bila berdiri di ujung jurang. Melangkah satu kaki lagi kalian terjatuh pada curamnya jurang. Mundur selangkah lagi kalian merasa lebih aman namun semakin jauh dari batas. Berdiam diri di ujung jurang pun tak layaknya terasa aman. Bagaimana lalu dengan nasionalisme?.


Jangan marah dan tersinggung bila masalah nasionalisme mu di pertanyakan atau mempertanyakan. Karena memang malah tak selayak jurang, batas nasionalisme lebih berbahaya untuk di cari di bandingkan jurang. Tak ada batas yang pasti. 

Bila nasionalisme hanya sekedar status administrasi sebuah negara, ya hanya sekedar itulah nasionalisme. Bila nasionalisme hanya sebatas perilaku text book, ya hanya sebatas itulah nasionalisme. Bila nasionalisme hanya seluas geografis negara, ya hanya seluas itulah nasionalisme.

Bila pun memandang skeptis nasionalisme seperti Einstein. Ia punya perjalanan panjang, akan penerimaan dirinya sebagai ilmuwan hingga memandang nasionalisme bagai penyakit yang kekanak-kanakan. Pandangan tersebut adalah hasil dari pengalaman dirinya berada di tengah-tengah perang dunia yang melegenda. Begitulah pandangan Einstein.

Entah pula pandangan lain tentang nasionalisme dari Soekarno yang memandang nasionalisme sebagai salah satu hal suci yang bisa terjadi di dunia ini. Cinta dan kemanusiaan. Soekarno dengan perjuanganya menjadi sandaran bangsa dulu yang menginginkan kemerdekaan. Begitulah pandangan Soekarno. 


Einstein atau Soekarno. Nasionalisme adalah pandangan bagi kedua tokoh dunia berbeda latar belakang tersebut. Nationalisme Einstein adalah dampak dari ke egeoisan negara-negara di perang dunia yang merugikan. Nasionalisme Soekarno adalah bentuk perjuangan dari jengahnya penjajah di tanah sendiri. 

Ya sebagaimana rasa candu yang menimbulkan ketagihan. Nasionalisme yang berlebihan pun terasa candunya ketika hujatan dianggap lumrah pada mereka yang dianggap “tidak nasionalis”. Sedikit saja meleceng dari batasan nasionalisme yang masih abu-abu itu, bisa-bisa dianggap tidak punya jiwa nasionalisme. 

Nasionalisme saat ini memang lebih terasa bagai candu. 







*) Undang-undang no 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan





Baca artikel lain di Dari Catatan

Comments

  1. Wah kl bilang mslh nasionalisme rada berat ya mbak.. Nti beli produk luar dibilang ga cinta produk dlm negri.. Ga nasionalisme... Contohnya kyk diatas..pdhl msh abu" alias salah dikit dicap ga nasionalis... Tpi pas jln kemarin ke luar... Di bus kebetulan nyayiin lagu nasional... Disitu ga tau knp sy ngerasa terharu...apakah itu nasionalisme?
    .😊... Ttp walo rumput ttg lebih ijo.. Sy msh suka di negri ini..dgn lebih dan kurangnya. Apa sy jg nyandu nasionalisme... Kyknya sih msh dlm thp wajar aja... Pendpt org yg awam ajaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. emang susah ya mba. pendapat orang juga masih beda-beda. mau ikutin yang mana juga nanti pasti ada salahnya. salah sedikit di cap enggak nasionalis.
      hahahh lagi dalam rangka apamba nyanyi lagu nasional di bus?. asik ya

      Delete
  2. Wah ini topik yang berat. Ga usah jauh2, WNI yang tidak hapal lagu Indonesia Raya (banyak lho) apakah bisa disebut tidak nasionalis? Lalu atlet naturalisasi yang hanya (maaf mencari sensasi demi popularitas dan uang) tapi prestasi biasa saja ketika membela negara Indonesia apakah bisa disebut tidak nasionalis? Soal Agnez Mo, menarik mengutip pendapat artis Anggun, yang penting cek paspornya saja, masih asli Indonesia kan hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. hmmm iya ya kadang batas nasionalisme itu sendiri setiap orang aja beda-beda. kalau cuma administrasi aja yang Indonesia apa juga udah cukup sama mereka yang udah berjuang memperkenalkan Indonesia, atau status administrasi juga enggak begitu penting?. sulit memang.

      Delete
  3. Nasionalisme bagai candu, sepertinya ada benarnya juga kalo soal itu, saya sendiri pun sempat terheran-heran dengan pemberitaan agnes Mo yang sempat berterbaran di media sosial juga, sepertinya harus menyikapinya secara wajar tak perlu sampai dibesar-besarkan, nanti yang ada malah sebagai candu. hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. yang penting kita harus selalu dewasa ya kalau menyikapi setiap berita. jangan belum apa apa sudah menjudge.

      Delete
  4. Nasionalisme itu termasuk benda abstrak. Jadi penggambarannya ya subyektif. Ngomong-ngomong soal candu, dampaknya pada orang satu dan orang lain juga beda, lho. Bisa membuat sakit dan bisa menyembuhkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. menarik. kalau definisi nasionalisme per orang saja bisa berbeda beda, dampaknya juga bisa juga beda

      Delete
  5. Kalau saya, nasionalisme itu asal terus berkarya sebaik kita bisa, untuk kemudian dipersembahkan ke Indonesia. Yess

    ReplyDelete
  6. Replies
    1. enggak berat kok, kan cuma di baca bukan di gendong .........

      Delete
  7. Sepakat. Nasionalisme itu kaya candu.. Aku mah apa kl lg upacara denger lagu indonesia raya dan hening cipta aja baper

    ReplyDelete
  8. Abot mbak'e... hahahaha.

    Ya intinya, jangan kebawa sama cibiran orang yang mempertanyakan ke-nasionalisme-anmu. Cukup buktikan dengan perbuatan. Benar begitu, mba? :D

    Oh ya, salam kenal! :D

    ReplyDelete
  9. Nasionalisme itu ada di hati. Belum tentu kalo warga negara Indonesia, bisa mencintai negara ini seperti orang asing yang cinta pada negara ini. Banyak loh yang paspornya asing, tapi cintanya pada Indonesia luar biasa. Kalo mau tau gimana rasa nasionalisme kita, sekali-kali jalan-jalan ke luar negeri. Nanti bakal ngerasain gimana beruntungnya kita lahir, besar dan jadi warga negara Indonesia. Jujur bikin banyak bersyukur.

    ReplyDelete
  10. Sekarang nasionalisme malah dibenturkan dengan ketaatan menjalankan ibadah. Org yg rajin ibadah malah dibuli sbg radikal

    ReplyDelete
  11. kayaknya anak muda sekarang harus banyak belajar nasionalisme deh,,,soalnya udah banyak yang luntur,,,terbukti banyak yang terjerumus jadi begal dll, melukai saudara sendiri dsb

    ReplyDelete
  12. nasionalisme itu berattt... pemerintah aja ga bisa hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

VIRUS CORONA, KETAKUTAN DAN STATUS SOSIAL

CARA ORANG GILA MENGGUNAKAN KEMAJUAN DUNIA DIGITAL EKONOMI

RAMUAN MENGHADAPI PANDEMI