VIRUS CORONA, KETAKUTAN DAN STATUS SOSIAL

sumber : pixabay


Mungkin judul di atas tidak terlalu tepat dari apa yang sebenarnya virus ini lakukan. Virus corona atau covid-19, sebuah virus yang saat ini menjadi primadona dunia. Dikatakan primadona memang benar, virus ini dibicarakan semua orang, virus ini membuat banyak orang kelagapan.

2 kota di 2 negara berbeda harus di isolasi, Wuhan di Cina dan Daegu di Korea Selatan. Arab Saudi harus menghentikan sementara ibadah umrah sebagai bentuk pencegahan terhadap penyebaran virus corona. Jepang harus terpaksa mengambil kebijakan meliburkan sekolah-sekolah. Dan masih banyak tindakan prefentif dan reaktif lainya yang terpaksa harus diambil negara-negara untuk menghindari merebaknya virus corona.

Baca juga : KDRT, APA YANG BISA DILAKUKAN?

Mungkin kita semua sudah tahu kalau virus ini memang memberikan dampak kesehatan. Tapi selain itu, virus corona juga ternyata membawa dampak lain. Sebut saja dampak ekonomi dan juga dampak sosial. Karena ketakutan dari mudahnya virus corona menular pada sesama manusia, orang-orang mulai takut untuk beraktifitas. Ya jujur saja, sekarang kita jadi lebih hati-hati bukan kalau ingin keluar rumah?.


“Ya jujur saja, sekarang kita jadi lebih hati-hati bukan kalau ingin keluar rumah?.”


Ini lah yang terjadi di Indonesia. Baru beberapa jam semenjak Presiden Jokowi mengumumkan bahwa "akhirnya" ada warga di Indonesia yang positif mengidap virus corona, orang-orang sudah ramai menumpuk sembako secara berlebihan. Takut mungkin bila hal yang sama yang terjadi di Wuhan dan Daegu akan terjadi juga di sini. Ini yang di sebut dengan "Panic Buying". 

Salah satunya juga harga jual masker segala jenis yang melonjak drastis. Harga masker memang bila di lihat mulai naik ketika virus corona merebak di beberapa negara. Drastisnya terjadi di dalam negeri ketika sudah ada pasien yang dinyatakan positif terjangkit virus ini. Ketakutan yang merebak mendorong manusia untuk melakukan usaha di luar kewajarannya. 

Permintaan akan kebutuhan masker yang diyakini sebagai salah satu usaha menangkal virus corona, membuat harga jual masker melonjak. Tanpa kita sadari rasa takut ini lah yang mendorong harga jual masker meningkat. Rasa takut yang berlebihan memang akan membuat tindakan yang berlebihan pula.

Baca juga : NASIONALISME BAGAI CANDU

Layaknya harga sebuah barang yang mahal, semakin sedikit pula orang yang bisa membeli. Masker kemudian menjadi sebuah komoditas yang mewah. Masker yang tadinya bisa kita dapatkan hanya dengan beberapa ribu rupiah berubah menjadi penentu status sosial.

“Penentu status sosial?. Terlalu berlebihan lah.”

Tidak juga. Kalau kita melihat dari barangnya saja “masker”, memang berlebihan. Tapi coba kita lihat dari “nilai” nya di masyarakat. Harga masker yang mahal membuat tidak semua golongan masyarakat bisa membeli. Walaupun kegunaan masker itu sendiri tidak maksimal untuk menangkal penyebaran virus corona bagi orang sehat. 

Mari coba kita lihat ke jalanan. Ketika melihat pengguna masker akan timbul pertanyaan, “beli dimana? harganya berapa? Kok bisa punya ya?”. Pola pikir ini yang secara tidak langsung memberikan status sosial pada orang lain. Status sosial pada mereka yang sanggup membeli masker dan status sosial pada mereka yang tidak sanggup membeli masker.

Yah pola pikir ini mirip-mirip dengan sebuah produk terbaru dari brand ternama yang cuma bisa dinikmati segelintir orang. Masker pada akhirnya hanya menjadi penentu siapa dari kita yang bisa dikatakan “orang mampu”. Miris memang di saat isu sebenarnya dari virus corona dan bagaimana cara yang benar untuk menangkalnya malah tergeser.


“Masker pada akhirnya hanya menjadi penentu siapa dari kita yang bisa dikatakan “orang mampu”.”


Sebenarnya barang “masker” bisa akan berubah menjadi barang apapun di kemudian hari. Mungkin saat ini ketakutan atas virus corona lah yang menyebabkan “masker” menjadi penentu status sosial. Tapi di kemudian hari bila ketakutan ini tidak di jaga dengan baik, akan ada “masker-masker” lainya yang akan menjadi penentu status sosial manusia.



Baca juga tulisan lain di : Dari Catatan


Comments

  1. Sebenarnya ini hanya ulah media-media yang nakal
    Membuat berita virus corona secara boombastis, sengaja menciptkan ketakutan di masyarakat sehingga mempengaruhi semua lini
    Dari soal ekonomi dan sosial
    Harga naik tak terkendali
    Sesama masyarakat saling curiga, takut bersalaman.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa jadi. setiap hari di cekokin berita yang sama jadi tambah parno memang

      Delete
  2. Bener deh, kali ini begitu luar biasa rasa ketakutan masyarakat gara2 hebohnya virus dorona, termasuk aku. Iyalah pasti parno mau ke mana2 jadi ngeri. Semenara aku di'rumah'kan dulu hingga situasi membaik hihihi... Yang penting jaga kesehatan fisik dan mental serta jangan lupa berdoa kepada Allah SWT semoga diberikan yang terbaik baut kita semua aamiin :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. heboh memang. Tapi benar ya hal yang paling dewasa untuk menyikapi situasi ini ya gaya hidup sehat. makan yang sehat, minum air putih dan olah raga. jangan lupa juga mengingatkan diri untuk tetap tenang.

      Delete
  3. Selain karena ketakutan masyarakat, juga karena banyaknya penimbun-penimbun masker yang tidak manusiawi. Yang lebih ditakutkan lagi adalah jangan-jangan sebentar lagi ganti kebutuhan pokok yang harganya naik drastis karena banyak orang-orang kaya yang memborong barang sembako. Semoga saja yang aku takutkan tidak terjadi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. emang ada aja pasti yang suka memanfaatkan situasi seperti ini. orang-orang nakal di luar sana yang tidak berfikir kalau tindakan mereka bukan cuma merugikan satu dua orang

      Delete
  4. Status sosial dan sistem kapitalisme sepertinya saling berkaitan. Dalam kasus ini, seolah hanya kaum berduit yang bisa beli masker terbaik, sementara yang tidak berduit, akan kesulitan mendapatkan masker terbaik. Negara harus hadir mengatasi kepanikan tersebut

    ReplyDelete
    Replies
    1. kapitalisme memang sering disampingkan dengan status sosial, benar atau tidak memang sepertinya berpengaruh. kalau sudah sampai "masker" jadi penentu status sosial ya harus negara yang mengambil alih

      Delete
  5. Media massa seharusnya menenangkan masyarakat dengan memberikan informasi berimbang tentang Covid-19 ini, bukannya justru menambah kepanikan dan bikin parno.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yang bikin takut memang media-media yang tidak punya tanggung jawab. selain itu mudahnya share berita di grup media sosial yang belum tentu kebenaranya juga menambah ketakutan. sayangnya menurut saya masy kita juga banyak yang belum dewasa untuk membagikan sebuah informasi

      Delete
  6. hehe liat gambar nya kok bsa bnget ya diedit pakai masker.
    tapi mnrt saya korona ini penyakit flu biasa, warga tropis udah sering flu. jadi kita mah santuy aja

    ReplyDelete
  7. Aku tinggal di kampung kak..mungkin di luar sana orang pada ngomongin corona, disini kok kehidupan berjalan biasa aja ya.malah jarang bgt liat orang pakai masker. Mungkin bagi kampung kami...Belanda terasa masih jauhhhh hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. kampungnya benar jauh ya heheheh... semoga di tempat mba keadaanya bisa selalu baik dan kondusif ya mba. stay healty :)

      Delete
  8. diperlukan guideline dari pemerintah, biar rakyat tenang

    ReplyDelete
    Replies
    1. terjadinya lockdown termasuk cara buat rakyat tenang tuh mas hehe

      Delete
    2. saya setuju sih guideline dari pemerintah akan sangat membantu

      Delete
  9. Wah, postingannya keren!

    Seandainya memang ada orang yang melihat masker sebagai simbol status sosial, menurut saya lucu aja. Sekarang masker sudah jadi kayak "survival tool," yang tanpa itu (seolah-olah) bakal susah bagi orang untuk tetap bertahan hidup, meskipun sebenarnya banyak informasi yang beredar mengatakan bahwa fungsi masker hanya bakal efektif kalau dipakai oleh pasien, supaya droplet-nya nggak kena ke orang lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. thank you..

      nilai dari "masker" di masyarakat inilah yang udah menggeser kegunaan dari masker itu sendiri. masker sebagai survival tool juga benar ya menjadi salah satu pergeseran nilai di masyarakat. mungkin informasi penggunaan masker jadi enggak begitu berpengaruh dibanding "rasa" aman yang digadang-gadang

      Delete
  10. Masalahnya ada juga yang menumpuk masker, membuat masker semakin langka.

    Di tengah-tengah bencana malah ada yang mencari keuntungan.

    ReplyDelete
  11. benar banget mbak, corona menunjukan jati diri bangsa ini lebih dari penegas status sosial di kaya si miskin tapi juga si licik dan si baik pun akhirnya terkonfirmasi, kita bisa melihat mereka yang kondisi diri dalam keadaan sekarat tapi masih mengulurkan tangan untuk menolong sesama selayaknya mereka yang melakukan street food ke kucing namun di sikap lain, terlebih dari penibun maskerdan hand sanitize. sudah dipermudah malah ada yang mengisi ulang hand sanitize dirumah sakit hingga parahnya sengaja membatukkan keorang lain. duh miris

    ReplyDelete
  12. Sedih sih mengingat kejadian panic buying. Dan ternyata ga di Indonesia aja yang seperti ini, di luar negeri lebih heboh menimbun tisu toilet. Ngomongin masker, memang awalnya diperuntukan untuk pasien dan tenaga medis. Tapi untuk sekarang diimbau seluruh masyarakat menggunakannya, berhubung jumlah kematian dan pasien positif semakin meningkat mengingat ada yang tak bergejala dan jumlahnya seakan ditutupi pemerintah. Media massa pun jangan terlalu menakut-nakuti, seharusnya memberikan ketenangan.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

CARA ORANG GILA MENGGUNAKAN KEMAJUAN DUNIA DIGITAL EKONOMI

HARGA SEBUAH MAAF